Pages

Minggu, 30 Oktober 2011

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI (ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK )


Definisiensi Besi

Adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi.

Terdapatnya zat Fe dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713), kemudian Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan krorosis, anemia akibat defisiensi Fe.


Farmakokinetik

Absorbsi fe malalui saluran cerna terutama berlangungsung di duodenum, makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang tulang untuk eritropoesis.

Makanan yang mengandung ± 6 mg fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5-10% pada orang normal. Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin c, HCl, suksinat dan senyawa asam lain. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, alumnium hidroksida dan magnesium hidroksida.
Setelah diabsorbsi fe dalam darah akan diikat oleh tranferin (suatu beta-1-globulin glikoprotein) kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe.

Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah pemberian oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang.

Jumlah Fe yang diekskresi tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0.5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui saluran sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.

Pada Wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan denga haid diperkirakan sebanyak 0.5- 1 mg sehari.


Penyebab

Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.

Penyebab lain defisiensi besi adalah:
  1. Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja
  2. Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi.
  3. Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.

Terjadinya anemia karena kekurangan zat besi
Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.
  1. Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
  2. Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
  3. Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
  4. Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
  5. Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.

Gejala

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.
Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu:
  • Pika      : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau kanji
  • Glositis  : iritasi lidah
  • Keilosis    : bibir pecah-pecah
  • Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Sediaan dan Dosis

Untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero dari sulfat, fumarat, glukonat, suksinat, glutamat dan laktat.

Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas Ferous (FeSO4.7H2O) 300 mg yang mengandung 20% fe. Untuk anemia berat biasanya diberikan 3 kali 300 mg sulfas ferosus sehari selama 6 bulan.

Fero sulfat dan fero fumarat dosis efektifnya 600-800 mg/hari dalam dosis terbagi. Fero glukonat, fero laktat, fero karbonat dosis efektifnya sama dengan fero sulfat.

Untuk suntikan IM atau IV hanya dibenarkan bila pemberian oral tidak mungkin, misalnya penderita intoleran terhadap sediaan oral. Iron dextran (imferon) mengandung 50 mg fe setiap ml (larutan 5%) untuk penggunaan IM atau IV. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya anemis, yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntikan 50 mg, dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atau beberapa hari sekali.

Untuk memperkecil reaksi toksis pada pemberian IV, dosis permulaan tidak  boleh melebihi 25 mg, dan diikuti dengan peningkatan bertahap untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikan 20-50 mg/menit.


Efek samping

Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral. Gejala yang timbuk dapat berupa mual dan nyeri lambung (± 7-20%), konstipasi (± 10%) , diare (± 5%) Dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorbsi dapat berkurang.

Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardia, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi. Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½ -24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan ensefalopatia.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO­4 yang mirip gula dan dapat terjadi setelah menelan Fe sebanayak 1 gr. Kelaianan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang terjadi seringkali berupa mual, muntah, hematemesis, serta feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskuler dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pilorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan dikemudian hari.

Gejala keracunan dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat.
Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : pertama-tama diusahakan agar penderita muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan menggunakan natrium bikarbonat 1%. Akan tetapi bila masuknya obat lebih dari 1 jam maka terjadi nekrosis sehingga bilasan lambung dapat menyebabkan perforasi

0 komentar:

Posting Komentar